Senin, 10 Desember 2012

Lima Patung Penjaga Desa

Mengunjungi Situs Megalitikum di Namu Ukur

LANGKAT|INI MEDAN
Jejak kehidupan prasejarah masih terpelihara dengan di Kabupaten Langkat. Selain dikeramatkan oleh masyarakat setempat, artepak dan patung-patung megalitik itu masih dipuja. Reporter INI MEDAN, akhir pekan lalu, mengunjungi lokasi itu. Seperti apa?
Lokasi peninggalan megalitik itu berada di Dusun Peragahen, Desa Namu Ukur. Berjarak sekitar 40 kilometer dari Kota Binjai, atau 60 kilometer dari Kota Stabat, ibukota Kabupaten Langkat. Jarak yang jauh dan sulitnya transportasi diduga menyebabkan belum pernah ada ahli sejarah yang meneliti situs prasejarah ini.
Sulitnya menuju lokasi itu dirasakan reporter INI MEDAN. Padahal, jika akses jalan memadai, dusun yang dihuni 40 kepala keluarga (KK) etnis Karo ini layak dijadikan destinasi pariwisata. Memang tidak mudah untuk masuk ke lokasi. Tofografi medan yang berbukit dan jalanan terjal, pasti bakal menyesakkan napas siapapun yang tak terbiasa treking. Karena kendaraan bermotor hanya bisa sampai pusat Dusun Peragahen. Kemudian dilanjutkan dengan jalan kaki sejauh 10 kilometer dengan waktu tempuh sekira 1 jam.
Sepanjang perjalanan, hanya hamparan perkebunan sawit dan perladangan milik masyarakat yang bisa dilihat. Mendekati lokasi, baru menyusuri jalan setapak di tengah rimbunnya hutan. Pohon-pohon besar membuat aura mistis mulai terasa. Tak lama kemudian sampailah INI MEDAN ke areal situs megalitik yang nampak terawat. Luasnya sekira 400 meter. Ada lima patung berada di lokasi itu. Masing-masing memiliki tinggi 30 Cm-50 Cm dengan diameter 15 Cm-20 Cm.
Tak banyak informasi yang bisa digali. Masyarakat setempat pun tak memiliki informasi, sejak kapan kompleks patung-patung itu mulai dibangun. Dilihat dari tampilan luarnya, patung-patung itu merupakan pahatan tangan. Teknik pembuatannya masih sangat sederhana. Pahatannya terlihat sangat kasar. Semuanya berbentuk manusia setengah badan. Diduga kuat patung-patung itu merupakan peninggalan nenek moyang suku Karo yang mendiami tempat itu.
Menurut seorang warga, Anta Sitepu (40), kelima arca tersebut merupakan simbolisasi kerajaan Tuhan dalam kepercayaan Pelbegu. Masing-masing arca merupakan simbolisasi dari seorang raja, ratu, panglima, pengawal dan seekor kuda, yang juga difungsikan sebagai arca penjaga kampung.
Lebih lanjut, ia mengatakan, bahwa di lokasi tersebut hingga saat ini memang masih sering digunakan untuk kepentingan upacara-upacara adat. Sejumlah warga meyakini bahwa keberadaan arca selama ini berperan baik sebagai sarana tolak bala dan media penyembuhan alternatif oleh masyarakat setempat.
Tidak mengherankan bila kompleks arca yang banyak dikelilingi pepohonan jenis meranti dan semak belukar tersebut, hingga saat ini dikeramatkan oleh warga. Sehingga kondisinya pun masih terjaga dengan baik. (paian hamdani)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar